Friday, December 30, 2016

Terlalu Selektif Soal Kerjaan Bisa Bikin Kamu Jadi Pengangguran Abadi, Mau?

Bersikap selektif itu perlu. Bahkan penting. Tapi, jangan sampai terlalu selektif. Apalagi dalam soal kerjaan.

Orang yang terlalu selektif soal kerjaan bisa jadi pengganguran abadi. Tanya kenapa? Sebab, bisa-bisa pekerjaan yang dinanti-nanti gak kunjung tiba.

Seperti cinta yang bertepuk sebelah tangan. Sakit kan rasanya?

Makanya, kalau sudah bicara tentang pekerjaan, akan ada sederet hal yang mesti dikompromikan. Memang, beberapa orang bisa sukses mendapatkan pekerjaan impian.

Yang punya hobi baca-tulis, misalnya, bisa jadi editor penerbitan terkemuka. Atau yang hobinya masak berhasil buka restoran sendiri. 

Tentu saja pekerjaan yang bertautan dengan hobi ini mesti disyukuri. Harus benar-benar tekun menjalaninya, karena kesempatan seperti itu mungkin jarang ada.

Sebaliknya, ada yang harus menjalani pekerjaan yang sebenarnya gak masuk hitungannya. Sebab, susah mendapat pekerjaan yang diidam-idamkan tersebut.

Mungkin pengin kerja di perusahaan minyak internasional, tapi selalu gagal dalam tes. Akhirnya “nyasar” ke BUMN, tapi di sektor perminyakan juga.

Bahkan ada yang lebih bikin iba. Penginnya jadi guru sekolah internasional, eh, malah jadi petugas administrasinya.

Apakah hal-hal tersebut bikin sedih, iya. Tapi apakah berarti mereka gagal? Jelas enggak.

Justru tahap tersebut mesti dilalui dengan baik agar bisa jadi batu loncatan untuk meraih pekerjaan impian. Bukan lantas menyerah begitu saja dan menerima nasib kerja di tempat yang dinilai kurang cocok.

Cintai pekerjaanmu, ia pasti akan mencintai balik dan gak akan selingkuh. (I love my Job/DubaiEye)

Inilah yang sering terlintas di pikiran orang-orang yang terlalu selektif soal kerjaan. Daripada kerja gak pas di hati, mending gak usah kerja. Memangnya enak jadi penganggur?

Kerja sesuai dengan latar belakang atau passion memang mesti jadi tujuan, tapi menjadi penganggur abadi jelas bukanlah cara untuk mencapainya. Tanpa kita sadari, banyak kerugian yang kita dapat jika terlalu selektif soal kerjaan.

Jadi pengangguran abadi adalah puncaknya. Selagi kita tolak tawaran kerja A-Z, kita pun menderita kerugian berikut ini:

1. Gak punya penghasilan

Kerja gak sesuai passion memang bikin suntuk, tapi itu bukan alasan buat kerja asal-asalan (Bosan di kantor/Fooj)

Saat gak kerja, berarti gak punya penghasilan. Ya, mungkin bisa kerja sampingan sambil cari kerjaan utama. Tapi berapa sih penghasilannya? Dapat tunjangan kesehatan, pensiun?

2. Hidup terbatas

Berkaitan dengan poin di atas, saat gak ada penghasilan, berarti hidup bakal serba terbatas. Masak, mau bergantung terus pada orang tua?

4. Kehilangan kesempatan karir

Kerja di level awal bukan berarti bakal mentok selamanya di situ. Kecuali memang kita gak punya niat untuk naik level. Jadi, gak apa-apa terima tawaran kerja di level awal, demi perjalanan karir ke depan.

4. Jaringan sempit

Saat kerja, berarti ada teman baru di kantor. Ini artinya jaringan bakal lebih luas. Kita pun bisa mencari peluang untuk kepentingan karir dari jaringan yang lebih besar ini, termasuk cari jodoh juga.
Itu empat contoh kerugian jika tolak kerja terus-terusan. Mungkin ada lebih banyak lagi kerugian di luar sana yang gak tersadari.

Sebagai pencari kerja, mestinya kita menyesuaikan target kerja dengan kapasitas diri. Mungkin tawaran kerja yang datang itu sesuai dengan kemampuan kita, meski sebenarnya menurut pribadi sendiri seharusnya dinilai lebih.

Itulah pentingnya introspeksi jika terus-terusan gagal mendapatkan pekerjaan impian. Bisa jadi standar seleksi yang kita patok terlalu tinggi untuk ukuran kapasitas sendiri.

Orang kerja harus enjoy, lihat tuh anggota DPR pada enjoy sehingga rekening tetep tebel (enjoy di tempat kerja/Pieria)


Walhasil, tawaran yang datang ya itu-itu saja, yang selaras dengan level kita. Makanya, sah-sah saja ambil suatu tawaran kerja di level bawah. Toh, peluang untuk lompat ke level di atasnya tetap terbuka.

Siapa sih yang rela hidup tanpa penghasilan berbulan-bulan demi mendapat kerja yang dirasa pas. Kalau sudah ada backup dana dari orang tua, itu mungkin saja. Pertanyaannya, kapan bisa hidup mandiri guys?

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.